Bandung, UPI
Auditorium
Gedung Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), Jumat (27/1/2012)
pagi, menjadi berbeda karena hadirnya
Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd. Rektor Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI). Ia hadir untuk memberikan kuliah
umum bertema “Globalisasi dan Komunitas
Asia Raya yang digagas Yayasan One-Asia di Tokyo Jepang yang berlangsung sejak
dua bulan lalu.
Diani
Risda, Koordinator OIER UPI memaparkan bahwa kehadiran Rektor adalah mengisi
perkuliahan umum yang ke-8 dari 12 kali pertemuan yang sudah dijadwalkan. Secara spesifik, Prof. Sunaryo menyampaikan
makalah berjudul, “Globalisasi dan Komunitas Asia Raya Berdasarkan Perspektif Pendidikan.”
Prof.
Sunaryo memaparkan bahwa kegiatan ini merupakan wujud implementasi langkah
internasionalisasi yang memuat isu pendidikan.
Sebenarnya perkeluliahan seperti ini sudah dilaksanakan di berbagai
Negara, seperti Jepang, Australia, Amerika dan Cina. Melalui media pendidikan ini diharapkan dilakukan proses
menyeleksi dan membangun perspektif yang lebih luas.
“One Asia
Community sebenarnya merefleksikan upaya untuk menunjukan identitasnya, namun
sebenarnya tidak dapat melepaskan interdependensi juga koneksi antara
sekelompok masyarakat untuk menampilkan jati dirinya. Prosesnya bisa down to up atau sebaliknya, dan jika up to down akan menunjukkan adanya
dominasi kultur dan ekonomi,” kata Prof. Sunaryo.
Saat
ini ada tiga persoalan yaitu kulktur, ekonomi
dan teknologi yang pengaruhnya pesat di komunitas ini. Hal ini berimbas kepada persoalan bagaimana
mengelola perilaku. “Sebagai ilustrasi dalam bidang akademik, adalah fenomena
mudahnya karya ilmiah di internet memudahkan pencarian bahan penulisan. Kecepatan
proses teknologi tersebut apakah dapat diimbangi pula dengan tata nilai, kode
etik penulis saat mengambil keputusan untuk mencantumkan referensinya,” ujar
Prof. Sunaryo.
Ia
menegaskan bahwa melakukan pencegahan plagiarisme sangat urgen dengan mengokohkan
kekuatan hati dan pikiran dalam menghadapi teknologi yang borderless dan fasilitas yang memudahkan tersebut.
Dikatakan,
sebenarnya One Asia adalah bentuk kesepakatan dalam mengimbangi kekuatan dunia
yang lain, terutama Eropa dan Amerika Serikat.
Bila melihat dari populasi penduduk di negara Asia yang jumlahnya besar,
hal ini akan memiliki dampak terhadap
implementasi pendidikannya. Berdasarkan
estimasi dari jumlah penduduk Indonesia, sekitar 60% -nya saja pada tahun 2025
yang saat ini masih berusia 0-15 tahun akan menjadi sumber daya manusia produktif.
“Momentum
ini harus segera dikawal dengan sistematis melalui perspektif pendidikan. Meski
demikian, patut pula diantisipasi adanya
kemungkinan adanya lost generation. Mobilitas penduduk adalah suatu keniscayaan,
maka harus diantisipasi melalui regulasi yang berarah positif,” tandas Rektor.
Bermuatan Pendidikan Karakter
Suatu bahan
perenungan dengan adanya brand yang
kuat dari negara tetangga Malaysia yang sudah membahana di dunia internasional patut
disikapi dengan kebijakan makro. Pada
kenyataannya, pendidikan nasional belum mampu berkompetisi dengan pendidikan
negara yang mampu menerapkan sistemnya di tanah air. Hal ini salah satunya
karena adanya kebijakan imigrasi yang tidak memudahkan bagi mahasiswa asing
yang ingin melanjutkan studi di Indonesia.
“Masalah
penguasaan bahasa Inggris dan metodologi penelitian di bidang akademik pada
perguruan tinggi patut menjadi perhatian khusus. Belum lagi perlu digalinya keunggulan
keahlian yang berdasarkan core valuebangsa. Misalnya dengan menampilkan kekuatan bahasa
Indonesia di dunia internasional agar mampu
menjadi keunggulan Asia. Kemampuan melakukan stimulasi kondisi yang ada dengan kerja keras
berorientasi menghasilkan mutu patut dicamkan,” ujar Prof. Sunaryo.
Ia
mengingatkan perlunya komparasi sebagai perilaku yang reaktif dan adaptif
seperti adaptif terhadap teknologi yang baru.
Keunggulan bangsa pun dapat dilihat dari kemampuan berkerasi dan
berinovasi dalam menciptakan produk pendidikan yang bermutu dan tidak terlepas
dari proses kultur yang ada. Hal yang terpenting adalah jangan sampai
kecerdasan kita dimanfaatkan negara lain.
Seperti yang selama ini terjadi dalam sejarah pendidikan di mana
sebelumnya negara-negara Asia Tenggara pernah belajar di Indonesia pada tahun
1970-1980. Sekarang kenyataannya mereka memiliki brand yang lebih baik di mancanegara.
“Menyinggung
ukuran standarisasi di dunia internasional sebenarnya tidak sama di semua
negara. Namun standar pada hakikat
diakui secara dinamis oleh bangsa lain. UPI berupaya mendorong para dosen
membangun pembelajaran berbasis riset.
Semoga dapat dipelopori riset dengan industry,” kata Prof. Sunaryo
selanjutnya.
Rektor
selanjutnya menekankan pentingnya meneladani negara Finlandia di mana pendidik
menduduki posisi strategis karena mereka memang memiliki kompetensi yang baik.
Indonesia patut membenahi alokasi distribusi pendidik yang terbentur sistem pemerintahan otonomi daerah, sehingga
banyak penempatan pendidik di daerah yang tidak berimbang.
“Pada
akhirnya memang semua harus dievaluasi agar sistem pendidikan sesuai
filosofinya dalam kerangka pendidikan yang sistemik, dalam menciptakan anak
bangsa yang lebih baik melalui pendidikan karakter kita yang unik,“ ujar Prof.
Sunaryo. (Dewi Turgarini/Foto:
Dodi)
http://berita.upi.edu/2012/01/28/tangkis-globalisasi-dengan-kebijakan-bermuatan-pendidikan-karakter/
0 komentar:
Posting Komentar